Mana Program Partai?


Oleh Benjamin Tukan



PERSIAPAN menghadapi Pemilihan Umum 2009 mendatang sudah luas berkembang. Tampaknya, persoalan penempatan nomor urut caleg tetap menjadi ajang perebutan politik. Sementara, pelibatan rakyat dalam persiapan pemilu dan program yang akan dikerjakan pasca pemilu nanti masih samar-samar, bahkan hampir tak tampak.

Bukan hal yang berlebihan jika dikatakan sebagian politisi kita saat ini masih beranggapan bahwa belum saatnya membicarakan program, apalagi melibatkan rakyat dalam pemilu. Hal ini bisa dimaklumi lantaran program sering ditanggapi hanya sebagai pelengkap keramaian pemilu. Ekstrimnya, program bisa dipesan, dibuat sekadarnya saja, dan asalkan diusahakan sedikit berbeda. Sedangkan pelibatan rakyat hanya dibutuhkan saat pawai dan upacara-upacara yang membutuhkan mobilisasi massa.
Bukan pemandangan yang baru, dengan mengikuti tahapan-tahapan pemilu yang disodorkan Komisi Pemilihan Umum (KPU), para politisi kita lebih sibuk mengejar batas waktu pengisian Daftar Calon Sementara (DCS) yang harus diselesaikan dalam bulan-bulan ini. Jauh dari pertimbangan mengejar waktu, pembicaraan di tingkat politisi dan partai politik lebih pada hitung-hitungan kemenangan di daerah pemilihan.

Ada semacam kegamangan menghadapi pemilu. Di satu sisi pemilu dianggap sebagai kesempatan untuk meraih atau mempertahankan kekuasaan, namun disisi lain ada kesadaran dari politisi akan keterbatasan dukungan karena banyaknya calon dan partai. Di sinilah persoalan nomor urut menjadi begitu penting dan menyibukkan.
Sementara, para pengurus partai sudah merasa aman untuk ditempatkan di urutan nomor-nomor muda karena merasa punya otoritas menulis atau mencoret nama caleg yang berdatangan. Pengurus partai tidak lagi mau menyadari keterbatasan dirinya, apalagi mengakui dan memberi tempat pada oranglain yang lebih mampu.

Ironi tentu saja, jika pemilu sebagai gerakan rakyat memperbaharui kehidupan politik, ditanggapi sebagai upaya untuk memperbaiki nasib diri sendiri. Mengherankan tentu saja, kehendak untuk berkuasa tidak disertai dengan hal-hal apa yang akan diperjuangkan bila kemenangan itu datang. Mengharukan jika kehidupan politik sebagai perjuangan untuk keadilan bersama, dimulai oleh politisi dengan mengandalkan kemangan dari isu primordialisme di tingkat Dapil.
***

SEBENARNYA kalau saja para politisi memahami bahwa pemilu bisa dijadikan suatu gerakan rakyat memperbaharui kehidupan politik, maka tidak sulit dalam pengaturan teknis pemilu termasuk penempatan nomor urut. Kemenangan pemilu nantinya adalah kemenangan bersama yang didukung oleh pluralitas dalam masyarakat. Partai yang menang adalah cermin dari pilihan politik rakyat, demikian caleg yang terpilih adalah mereka yang berkompeten mewakili rakyat. Bagi yang tidak terpilih tetap menjadi bagian dari gerakan rakyat mendukung atau mengoreksi jalannya pemerintahan.

Jika dicermati, sekurang-kurangnya kita sudah menjalankan dua kali pemilu legiastif di masa reformasi ini, satu kali pemilihan presiden dan beberapa kali pemilihan kepala daerah. Pemilihan-pemilihan itu tentu telah memberikan kita begitu banyak pelajaran untuk melangkah di Pemilu 2009 nanti.

Dari pemilu ke pemilu kita semakin sadar bahwa pilihan politik sangat menentukan perkembangan politik lima tahunan. Kita sadar bahwa pilihan kita berbasis kekeluargaan dan kedaerahan ternyata justru membawa problem jika tidak disertai dengan penilaian akan kemampuan dan keberpihakan dari calon. Begitupun, kampanye politik yang menyebarkan program politik sekadar pelengkap dan terkesan monolog, membuat kita kesulitan menghubungkan tali mandat antara pemilih dan mereka yang dipilih.

Memang, pilihan karena emosional kekeluargaan dan kedaerahan, kadang membawa kepuasan. Jalan-jalan dikampung beraspal, namun ketika tinggalkan kampung orang kemudian harus bersusah paya menghadapi jalan-jalan berbatu. Ketika gaji sebagai wakil rakyat dipakai untuk membiayai ongkos sekolah keluarga, ternyata mengalami problem juga ketika harus berinteraksi dengan minimnya fasilitas pendidikan dan kesehatan. Rumah hunian, yang dibangun atas jerih payah sebagai anggota legislatif, ternyata menjauhkan wakil rakyat dari kehidupan sosial sesungguhnya.

Pada gilirannya, orang mulai sadar bahwa melebih-lebihkan kampung sendiri akan membawa keterasingan bagi diri sendiri dan orang lain. Terpilihnya kawan bahkan keluarga yang menghadirkan kebanggaan sesaat, sama sekali tidak menguntungkan masa depan kita bersama. Kita harusnya makin sadar, bahwa menghadapi Pemilu 2009, sedari sekarang pembicaraan dan persiapan harus lebih matang, tidak saja karena perubahan membutuhkan tindakan secara keseluruhan, tapi juga persoalan yang dihadapi pun semakin kompleks.
***

KEDEWASAAN pemilih harus diikuti dengan kedewasaan politisi dan partai politik. Pemilu haruslah berjalan dalam ranah memperbaharui negosiasi, memuluskan mandat antara rakyat dan wakilnya. Di sinilah 'pertemuan' antara program partai dan siapa celegnya mendapat relevansinya.

Program partai bukanlah janji-janji kosong, tapi menjadi pertimbangkan pemilih mengidentifikasi dengan caleg yang diajukan. Program harusnya realistis dan menyentuh persoalan pemilih. Dari sini pemilih menilai apakah caleg yang bersangkutan memiliki kompetensi dan integritas untuk menjalankan. Kampanye politik adalah kesempatan pemilih untuk membandingkan dan mempertentangkan posisi-posisi kebijakan dan para kandidat.

Karena itu, pemilu bukan hanya menjadi kesibukan caleg dan partai politik semata, tapi juga kesibukan rakyat. Para penggiat masyarakat, intelektual organik di tingkat kampung, mahasiswa juga sarjana yang pulang ke kampung memiliki tugas yang sama untuk memperlapang demokrasi yang sesungguhnya dengan pilihan-pilihan politik yang berkualitas. Kita harus memberi tempat pada mereka yang pantas sebagai wakil rakyat dan bukan menempatkan kesombongan primordial yang mengorangkan orang lain.

Karena itu, di tengah pergulatan kita dengan urusan yang melelahkan di tingkat partai politik untuk membereskan daftar calon, ada baiknya kita semua peserta wacana dari kampung hingga perkotaan mulai mendiskusikan program caleg dan partai juga membicarakan siapa caleg yang akan mengembangkan program. Caleg atau partai yang hanya sibuk mengutak atik nomor urut dan tidak murunkan programnya tidak layak diapresiasi, sekalipun dia saudara kita, kawan kita, juga orang sekampung kita. *

Jakarta, Pebruari 2009

Benjamin Tukan
Pekerja LSM dan penulis buku biografi
dan pemerhati politik, tinggal di Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar