Kehendak Menjadi Wakil Rakyat

Oleh : Benjamin Tukan

Pada beberapa tahun terakhir ini berkembang tuntutan kepada kalangan pejabat publik agar memiliki Integritas, acountabilitas dan transparansi. Issu-issu ini tidak lain menyiratkan adanya tuntutan terhadap seorang pejabat publik yang bersih dari Kolusi , Korupsi dan Nepotisme (KKN) , bahkan pada dirinya sendiri mampu membedakan ruang publik dan ruang privat sebagai ciri dari demokrasi dan masyarakat sipil. Memang tidak mudah menjalankan tuntutan ini mengingat bertahun-tahun lamanya masyarakat Indonesia terlibat dalam politik patron clien, kekeluargaan yang berbuntut pada kolusi, korupsi dan nepotisme.

Para pejabat publik di negara demokrasi diandaikan bertindak dengan persetujuan warga negara. Jika ini tidak dilakukan maka, sebuah keputusan akan mendatangkan keraguan pada dasar justifikasi (pembenaran) keputusan itu sendiri. Dibandingkan dengan para administrator publik, para wakil rakyat umumnya lebih banyak dituntut independensinya karena dimungkinkan oleh syarat dimana dia dipilih.

Itulah sebabnya seorang wakil rakyat yang dipilih atau dipilih kembali harus memenuhi beberapa persyaratan yang melekat pada dirinya sendiri minimal Integritas diri, integritas finansial dan kulaitas. Sedang pada tingkat partai politik dibutuhkan kebijakan partai pada Issu (sensibilitas), mekanisme rekrutmen partai politik, dan finansial Partai yang teruji.

Jakarta, Pebruari 2004
(Dari berbeagai sumber)

Menilai Kualitas Caleg

Kebijakan, Rekrutmen dan Keuangan Partai

Oleh Benjamin Tukan

1. Kebijakan Partai pada Issu

Untuk partai politik issu kebijakan partai merupakan kunci sentral dalam kelembagaan partai politik. Banyak partai politik hanya sekedar papan nama yang hanya muncul sekali dalam kampanye pemilu. Padahal program yang jelas dari partai mengindikasikan bahwa partai politik tersebut menjalankan fungsi sebagai layaknya sebuah partai. Namun , program partai juga harus dilihat pada rencana kerja partai dan juga kenyataan dalam merealisasikan program tersebut.

Sering partai politik dikenal dengan kemampuan menjalankan fungsi komunikasi politik, agregasi kepentingan dan rekrutmen politik. Tapi apakah ini sudah di jalankan oleh partai politik ? Pengumpulan informasi tentang kebijakan partai politik harus pula melihat platform partai, program partai dan janji-janji partai. Pertanyaan untuk itu adalah apakah partai politik melalui kebijakan-kebijakannya sudah mengakomodasi kepentingan anggotanya? Apakah kebijakan itu ada dan direalisasikan ?

2. Mekanisme Rekrutmen Partai Politik

Rekrutmen yang terjadi dalam partai politik mengindikasikan adanya mekanisme yang berjalan dalam lembaga yang namanya partai politik. Rekrutmen partai politik juga termasuk ada tidaknya pengkaderan, dan juga adanya daftar anggota partai. Menilai mekanisme rekrutmen adalah pekerjaan tersendiri namun saling berhubungan dengan proses internal partai. Hal lain yang segera muncul dalam proses penilaian rekrutmen adalah bagaimana menilai pola seleksi dalam partai politik tersebut. Menilai rekrutmen partai juga menilai dan mengkaji pengurus-pengurus partai , siapa –siapa saja yang terlibat dalam kehidupan partai tersebut.

3.Finansial dan Keuangan Partai

Partai politik di tanah air sering direpotkan dengan masalah keuangan partai. Kebanyakan partai tidak memiliki sumber keuangan dari anggota yang diatur secara jelas. Kebanyakan pula dari mereka yang mengharapkan bantuan finansial dari pemerintah atau orang-orang tertentu yang memiliki kepentingan dengan partai. Masalah keuangan partai adalah Bagaimana Manajemen Keuangan , Standart Keuangan dan Mekanisme Audit. Tapi lebih dari itu sumber keuangan partai dan penggunaan keuangaan itu perlu teridentifikasi.

Jakarta, Pebruari 2004

Membangun Sistem Informasi dan Dokumentasi Parlemen

Oleh : Benjamin Tukan

Informasi adalah data yang diolah. Hal ini berarti bahwa informasi tentang caleg ataupun partai politik tentu berangkat dari suatu pekerajaan pengelolaan dan tidak sekadar menampilakan data-data pasif. Apa yang menjadi titik tolak penilaian, dalam membuat suatu pangkalan data tentang caleg dan partai politik? Di sini dikemukakan dua penilaian. Pertama, penilaian akan peran, fungsi dan wewenang dari wakil rakyat. Fungsi DPR adalah pengawasan, legislasi (membuat Undang-undang) dan fungsi anggaran. Dari sini yang mau dilihat dari setiap pemantauan adalah adanya penyimpangan-penyimpangan, intimidasi, intervensi dari peran dan fungsi tersebut. Pada sisi yang lain, peran dari seorang wakil rakyat ini menuntut tidak terdapatnya jabatan rangkap dengan tugas-tugas di luar dari peran sebagai wakil rakyat.

Kedua, Parlemen sebagai lembaga rakyat dituntut untuk selalu mengedepankan peran rakyat dalam setiap menjalankan tugas dan fungsinya sebagai wakil rakyat. Masa reses DPR diharapkan anggota DPR dapat kembali ke wilayah konstituennya untuk “menangkap” aspirasi politik konstituennya. Di lembaga DPR juga terdapat badan-badan yang mengatur penyampaian aspirasi baik dalam bentuk surat, demonstrasi maupun rapat dengar pendapat. Ukuran untuk menilai kinerja DPR dalam hal ini adalah, tingkat frekuensi untuk berkunjung ke wilayah konstituen, proses dan mekanisme pembuatan undang-undang yang melibatkan partisipasi masyarakat , tingkat kehadiran di setiap rapat-rapat di DPR, dan kualitas dari setiap produk yang dihasilkan. Dengan demikian kualitas seorang anggota DPR/DPRD adalah Konsistensi dan orientasi Politik , Keberpihakan terhadap konstituen , Keberpihakan dan konsistensi terhadap issu.
Kualitas Produk kebijakan, dll.

Atas dasar itu sebuah penilaian terhadap seorang calon wakil rakyat dan sebuah partai peserta pemilu mengandaikan (1). Terbangunnya sistem informasi dan dokumentasi profil calon anggota legislatif dan partai politik secara sistematis. (2) Tersebarnya informasi yang kritis tentang calon legislatif dan partai politik kepada publik secara luas. (3) Meningkatnya pemahaman calon pemilih tentang calon anggota legislatif dan partai politik yang akan mereka pilih pada Pemilu 2004. Dan (4) Meningkatnya kemampuan calon pemilih untuk memilih calon legislatifnya secara kritis dan rasional.

Jakarta, Pebruari 2004

Pengenalan Calon Legislatif dan Partai Politik Peserta Pemilu 2004

Oleh : Benjamin Tukan

Upaya pengenalan terhadap siapa , bagaimana dan apa yang pernah dikerjakan wakilnya dan partai pilihannya sebelum dipilih atau dipilih lagi dalam pemilu 2004 merupakan hal penting yang harus diperhatikan. Belajar dari proses pembahasan hingga disahkan 2 paket UU politik ( UU Partai politik dan UU Pemilu), dapatlah kita berpendapat bahwa kemunculan calon legislatif dan partai politik peserta pemilu nantinya masih di dominasi oleh orang lama atau mereka yang kini tengah duduk sebagai anggota legislatif. Orang lama tidak selamanya harus ditolak. Demikian juga orang baru tidak selamanya akan memenuhi segala harapan publik.

Itulah sebabnya,pengenalan dan pemahaman terhadap para calon penting dilakukan dalam proses politik. Sejarah akan selalu berulang bila pemilih tidak cukup memiliki pengetahuan tentang calon legislatif ini. Soalnya, Partai Politik peserta pemilu dan calon anggota legislatif ini akan selalu berusaha memberikan kesan yang baik terhadap pemilih dengan menampilkan slogan dan janji-janji kampanye yang menarik, sedang pada tingkat masyarakat pemilih tak satupun pengetahuan tentang bagaimana para calon ini sebelumnya berkiprah.

Memang disadari, sejak menguatnya keberadaan institusi parlemen pada era politik di zaman reformasi, banyak pihak, terutama NGOs, telah berupaya melakukan pemantuan lembaga legislatif ini. Ada yang melakukan penelitian, advokasi, dan juga penerbitan berbagai bahan mengenai pemantauan parlemen dalam bentuk buku atau bulletin. Di samping itu, media juga tidak kalah antusiasnya melakukan pemantuan dengan menuliskan berbagai berita seputar kinerja parlemen. Bahkan para jurnalis yang sehari-harinya melakukan pemberitaan mengenai parlemen mempunyai organisasi sendiri yang mereka namakan “Forum Wartawan DPR”. Forum ini bekerja cukup aktif dengan menerbitkan berbagai informasi tentang kinerja parlemen, mulai dari absensi anggota dewan sampai pengkajian RUU yang sedang dibahas di DPR. Media eletronik pun tidak kalah dalam upayanya memantau kinerja parlemen. Program “Parliament Watch” di Metro TV merupakan salah satu contoh bagaimana media ikut berpartisipasi dalam rangka melakukan kontrol terhadap parlemen. Hal yang sama juga berlaku untuk DPRD I dan DPRD II oleh NGO dan media lokal.

Mengamati perjalanan parlemen dan partai politik hasil Pemilu 1999, keberadaan parlemen selalu berangkat setidaknya empat kenyataan berikut ini. Pertama, ada klaim para wakil rakyat yang duduk di parlemen bahwa mereka telah dan dapat mewakili rakyat. Sekalipun klaim semcam ini sesungguhnya sah saja, namun akibat yang muncul adalah wakil rakyat enggan berkomunikasi dengan konstituennya. Bahkan janji-janji kampanye pada pemilu 1999 sudah bukan merupakan prioritas dalam menyusun agenda kerja. Sebaliknya yang terjadi adalah intrik-intrik politik antar fraksi dalam lembaga legislatif bahkan di antara individu sesama anggota wakil rakyat.

Kedua, pada tingkat produk legislasi yang dihasilkan sering tidak mengakomodasi kebutuhan masyarakat bahkan seringkali UU yang dibuat tidak mencapai tujuan yang diharapkan. Selain itu, banyak peraturan yang dihasilkan bukannya memecahkan masalah bahkan hanya menambah masalah. Sering absennya para wakil rakyat dalam persidangan dan, isu suap yang berkembang dalam setiap pembahasan UU, persidangan yang bukan merupakan arena pengambilan keputusan karena keputusan sering terjadi di luar sidang merupakan indikasi lain yang semakin memperburuk wajah parlemen periode 1999 - 2004.

Ketiga, terkait dengan posisi kekuasaan dan fungsi kontrolnya. Lepas dari debat yang ada di bawah tafsir UUD 1945 mengenai fungsi legislatif , kenyataannya parlemen saat ini memiliki posisi kekuasaan terbesar dibandingkan dua pilar kekuasaan lainnya, yakni eksekutif dan yudikatif. Jika DPR secara legal dan resmi dapat mengkontrol pemerintah, dan menentukan posisi-posisi kunci di lembaga judikatif; maka sebaliknya kedua lembaga tersebut, menurut konstitusi, tak diberikan kewenangan lain untuk mengimbanginya. Kekuasaan ini semakin eksesif jika masyarakat warga tak memiliki akses untuk ikut serta mengawasi parlemen.

Keempat. lemahnya partai politik menjalankan fungsi komunikasi politik, dan mengagregasi kepentingan yang tumbuh dalam masyarakat mengakibatkan perjalanan partai politik di tanah air hanyalah sebatas peserta pemilu. Hal ini semakin diperparah dengan tidak adanya mekanisme yang mengatur hubungan antara wakil partai dan partainya. Pemilihan pengurus partai tidak demokratis tapi berdasarkan penunjukkan dan tidak adanya tranparansi dalam tubuh partai.

Partai politik yang seharusnya menjadi kepanjangan tangan para pemilihnya (konstituen) ternyata belum mampu menyuarakan aspirasi rakyat, tetapi lebih mendengar suara dan keputusan para petinggi partai dalam menentukan suara politik mereka. Dengan kata lain, partai politik yang ada di era reformasi ini masih sangat bersifat elitis.

Jika partai politik belum dapat diharapkan untuk menjadi institusi yang dapat mengawasi kinerja parlemen untuk kepentingan yang lebih luas atau publik, bagaimana pemantauan kinerja parlemen secara transparan dan sistematik dapat dilakukan oleh publik?

Jakarta, Januari 2004

Penting Mengenal Wakil Rakyat

Oleh : Benjamin Tukan

PENGENALAN akan siapa, bagaimana dan apa yang pernah dibuat seorang calon legislatif dan partai politik perserta pemilu oleh masyarakat pemilih merupakan suatu kiniscayaan di alam demokrasi saat ini. Pengenalan yang dimaksud adalah ketersediaan informasi yang dibuat oleh masyarakat sendiri tentang siapa yang akan mewakili mereka dalam proses politik nantinya. Pengumpulan informasi di sini lebih dilihat sebagai sumbangan yang tak kalah berartinya untuk tujuan jangka pendek yakni pemilihan umum 2004 dan jangka panjangnya yakni bagaimana masyarakat bisa terlibat dalam setiap proses politik yang dilakukan para wakil rakyat.

Dengan jalan pikiran seperti itu, sebuah pengumpulan informasi akan berhasil dengan baik jika didukung dengan suatu sistem pengumpulan informasi dan peralatan yang juga memadai. Peralatan yang dimaksud adalah perangkat instrumen yang dapat digunakan setiap waktu bagi pemilih agar tidak saja mampu mengumpulkan informasi melainkan lebih dari itu dapat memilah dan menilai sebuah informasi. Sebaliknya, sebuah sistem dan instrumen yang memadai dapat pula dijadikan acuan bagi setiap individu dan partai politik yang akan mencalonkan diri sebagai peserta pemilihan umum. Yang mau ditegaskan di sini adalah suatu sistem dan instrumen yang memadai akan mempengarui hasil dari kegiatan pengumpulan informasi tentang caleg dan partai politik.

Memang sedari awal disadari bahwa penciptaan sistem informasi termasuk di dalamnya adalah penciptaan instruman dan pengumpulan informasi tentang caleg dan partai politik minimal memperlakukan tiga pekerjaan sekaligus yakni pemantauan caleg dan partai politik, pencarian fakta atau lebih dikenal dengan investigasi, dan pendokumentasian. Kegiatan pemantauan menghendaki pemantau agar senantiasa “waspada” terhadap peristiwa-peristiwa yang mengandung atau sangat mungkin mengandung pelanggaran. Kegiatan pencarian fakta adalah proses mengidentifikasi adanya pelanggaran-pelanggaran atau adanya hipotesa publik tentang suatu kesalahan yang harus dibuktikan para investigator. Sedangkan pendokumentasian adalah suatu proses merekam fakta –fakta yang relevan dengan pelanggaran itu. Dokumentasi termasuk di dalamnya adalah bagaimana bentu dari sebuah publikasi.

Jakarta, Januari 2004

Terbuka

Diposting Oleh : Benjamin Tukan

Kata di atas menjadi semacam keyword era reformasi kini. Ia merupakan salah satu prasyarat penting dalam praktik penyelenggaraan negara demi terwujudnya partisipasi masyarakat dalam ikut menentukan arah perjalanan bangsa ini. Tak terkecuali, keterbukaan juga mesti dipraktikkan oleh DPR. Tanpa keterbukaan, status DPR sebagai lembaga wakil rakyat patut disangsikan.

Keterbukaan atau transparansi, dapat dijalankan DPR dengan memberikan kesempatan kepada publik untuk dapat masuk ke dalam sidang-sidang yang mereka gelar. Dengan demikian publik bisa mengamati, sehingga tahu apa yang dikerjakan anggota Dewan di sana juga tahu keputusan yang diambil. Jadi, baik buruknya Dewan biar publik yang menilai. Toh keberadaan mereka di Senayan juga publik yang menentukan, lewat pemilihan umum tentunya...

Tidak cukup sampai di situ, DPR hendaknya juga membuka akses dokumennya. Dokumen apa? Tentu saja dokumen yang berkaitan dengan pembahasan-pembahasan tertentu. Bukan bermaksud ingin mengambil keuntungan secara sempit, tapi karena hal yang dibahas di DPR berkaitan dengan hajat hidup orang banyak. Jadi sudah semestinya publik harus tahu. Jangan sampai nanti, kebijakan yang diambil justru merugikan kepentingan publik itu sendiri.

Dan masih banyak lagi yang bisa dilakukan. Intinya, DPR mesti proaktif membuka ruang seluas-luasnya. Banyak wahana yang bisa dipakai, bisa internet bisa juga media massa. Tapi apapun medianya, yang penting lagi adalah peningkatan kualitas sistem database. Pasalnya, meskipun aksesnya telah dibuka tapi kalau ketersediaan datanya minim, lalu data apa yang bisa didapat?

Selebihnya, ini hanyalah usul. Diterima atau tidak, sepenuhnya ditentukan oleh Dewan sendiri. Usulan ini semata-mata karena kita tidak mau lembaga sepenting DPR terus-terusan dipandang sebelah mata hanya karena kurang memperhatikan satu kata: terbuka.