Membangun Indikator Pemantauan Publik atas Wakil Rakyat



Oleh : Benjamin Tukan


TIDAK terasa DPR periode 2004-2009 kini telah menjalankan fungsi-fungsi kedewanan selama setahuan. Menariknya, bahwa parlemen hasil pemilihan umum 2004 ini, semula membawa optimisme akan perubahan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya, namun apa yang terjadi selama setahun ini rupanya dapat dikatakan bahwa perubahan itu belum maksimal dan belum pula memuaskan. Publik masih perlu menyimpan harapan untuk selanjutnya memikirkan perubahan -pembaruhan untuk menyatukan harapan bersama mengenai peningkatan kinerja DPR.

Lepas dari begitu banyaknya harapan akan perubahan kinerja DPR pada tahun kedua yang dimulai dari masa sidang III kali ini, satu hal yang perlu dipikirkan bersama adalah penyempurnaan pada sistem internal kerja DPR dengan lebih menitik beratkan pada berbagai indikator kinerja.

DALAM program kerja Pemantauan DPR yang dilakukan oleh Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP), telah dicapai beberapa indikator kinerja DPR yang meliputi akuntabilitas, aktivitas aktor dan institusi, transparansi, pengaruh, partisipasi dan keterwakilan. Keenam indikator ini akan diuraikan dibawah ini.


1.AKTIVITAS AKTOR DAN INSTITUSI

Indikator aktivitas aktor dan institusi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sangat berhubungan dengan tugas dan fungsi parlemen yaitu legislasi, anggaran dan pengawasan. Aktivitas aktor dan institusi menunjukan keseluruhan dinamika kerja dari DPR. Hanya dengan dan dalam aktivitas, sebuah output bisa memperoleh hasil yang maksimal.

Berdasarkan pengertian di atas, sebuah aktivitas aktor dan istitusi dalam kerja DPR setidaknya dapat dilihat dari beberapa hal penting. Pertama, tingkat kehadiran kehadiran anggota dalam rapat-rapat DPR berdasarkan tugas dan wewenang yang diberikan kepadanya. Pada tingkat kehadiran ini hal yang perlu diperluas adalah dengan melihat apakah rapat-rapat yang diselenggarakan memang benar-benar terlakasana dengan kuorum bahkan lebih dari itu apakah rapat-rapat itu dimulai dan diakhiri tepat waktu.

Jika mengacu pada proses yang selama ini berjalan, maka perhatian pada tema-tema aktivitas ini sangat terkait juga dengan tingkat kedisiplinan dan kesadaran anggota menyelesaikan berbagai tugas. Bukan tidak mungkin rapat-rapat yang diselenggarakan sering tidak kuorum bahkan penentuan jadwal-pun sering dilanggar dengan cara memindahkan waktu rapat yang direncanakan dan sering pula berpengaruh pada berubahnya agenda-agenda rapat.

Pada tingkat aktor, kehadiran dalam rapat sering mendapat perhatian publik, karena banyak juga dari anggota DPR yang tingkat kesadaran untuk mengikuti rapat masih jauh dari harapan. Seringnya penjadwalan rapat-rapat yang deselenggarakan dalam waktu yang bersamaan yang menyebabkan terbaginya perhatian para anggota menjadi tidak terarah, juga kenyataan bahwa sering anggota meninggalkan rapat atau tidak hadir karena alasan ijin. Pada tingkat yang lain, mengikuti rapat secara aktiv juga tidak selalu mencerminkan suatu kesadaran dan kepekaan anggota, karena dalam dinamika peridangan masih juga ditemukan kemungkinan kehadiran fisik semata tanpa keinginan untuk merespon atau terlibat aktiv pada hal-hal yang dibicarakan. Kesan yang sering muncul bahwa para anggota dalam rapat sering dijumpai sedang tertidur atau lebih aktiv mengirim pesan singkat melalui handphone atau sering keluar masuk sidang hanya untuk menelpon.

2.AKUNTABILITAS

Akuntabilitas merupakan bentuk pertanggungjawabab institusi dan aktor atas apa yang dikerjakan kepada publik. Kinerja pada indikator akuntabilitas ini memang sering diucapkan namun masih jauh dari harapan.

Terkait dengan akuntabilitas, maka hal yang penting diperhatikan adalah berapa banyak waktu yang dipergunakan oleh seorang anggota untuk melakukan kunjungan kerja perseorangan? Dan berapa banyak anggota yang dalam setiap permasalahan yang sedang dibahas di DPR dibawa ke konstituennya? Berapa banyak anggota yang membuat laporan bagi konstituennya terhadap hasil kegiatannya selama rapat di alat kelengkapan?

Memang kalau diperhatikan maka, soal-soal ini masih perlu diperhatikan lantaran sampai kini, belum jelas bentuk laporan pertanggungjawaban DPR terutama dengan masalah kunjungan kerja tersebut. Menariknya, bahwa kenaikan tunjangan yang sempat ramai dengan alasan bahwa untuk kunjungan kerja tidak diserttai dengan laporan kinerja terutama yang menyangkut kunjungan kerja.

3.TRANSPARANSI

Terkait dengan akuntablitas, maka persoalan transparansi tidak mungkin dihindarkan dalam penilaian atas kinerja DPR. Sudah merupakan pengetahuan bersama bahwa sebuah rapat yang terbuka akan menununjukan sejauh mana tingkat transparasi anggota terhadap publik. Kerja dpr terbuka untuk umum dan kemudahan dalam akses informasi public terhadap seluruh dokumen, risalah & setiap mekanisme dalam pertemuan

Apakah rapat kerja alat kelengkapan diadakan secara terbuka? Ini pertanyaan yang sering muncul ketika tuntutan transparansi menjadi hal yang inheren dalam kegiatan DPR. Belum terlalu jauh melihat apakah sebuah rapat dinyatakan terbuka, problem transparansipun sering berhadapan dengan kemudahan akses masyarakat terhadap rapat sekalipun rapat itu dinyatakan secara terbuka. Berapa kali DPR memberikan akses materi yang akan dibahas dalam persidangan ke publik Apakah DPR selalu memberi akses materi yang sedang dibahas dalam persidangan ke publik? Pertanyaan ini mengandung makna bahwa semakin sering rapat diadakan secara terbuka semakin baik tingkat transparansi kinerja DPR.

Sekalipun dalam ranah pemberitaan media selalu tersirat kepentingan media dalam pemberitaan, namun dalam hal transparansi ini perlu juga menempatkan akses media terhadap kerja-kerja di DPR. Pertanyaan yang relevan tentu saja berhubungan dengan apakah rapat-rapat yang diselenggarakan dinyatakan ke publik lewat media massa?

4.PENGARUH

Tidak semua hal yang dikerjakan oleh DPR berpengruh pada kebijakan yang dilakukan pemerintah. Padahal sebagai wakil rakyat, diharapakan usulan-usulannya dapat membatasi ruang gerak dari pemerintah, minimal berpengaruh pada penundaan sebuah kebijakan ataupun memasukan usulan-usulan dalam sebuah kebijakan yang dibuat pemerintah. Indikator ini layak diajukan sebab sebagai lembaga perwakilan rakyat, DPR diharapkan dapat mengambil peran menyalurkan aspirasi dari masyarakat.

Karena itu, terkait dengan indikator pengaruh ini, pertayaan yang layak diajukan adalah Berapa kali terdapat perubahan materi rapat atas usulan anggota DPR? Apakah DPR menindaklanjuti permasalahan dalam rapat atau hasil keputusan rapat sebelumnya? Berapa kali DPR menindaklanjuti permasalahan dalam rapat atau hasil keputusan rapat sebelumnya?

Kepekaan DPR juga sangat terlihat inisiatif dalam mengajukan pertanyaan mengenai peraturan atau permasalahan yang sedang dibahas kepada pemerintah ataupun mengenai peraturan atau permasalahan yang sedang dibahas kepada Pemerintah. Maka penting juga dijawab apakah semua usulan DPR tersebut pada gilirannya mengubah kebijakan pemerintah?

5.PARTISIPASI

Partisipasi sangat berhubungan dengan keikutsertaan masyarakat dalam pembahasan-pembahasan di DPR. Sekalipun DPR bisa mengklaim bahwa dirinya mewakili masyarakat, hal ini tidak bisa mengurangi diikutsertakannya masyarakat dalam kegiatan DPR. Justru sebuah output kebijakan akan memiliki tingkat kualitas yang baik, manakalah kebijakan itu mengikutsertakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap kebijakan itu.

Gagasan partisipasi bukan merupakan hal baru dalam wacana DPR. Bahkan justru persoalan partisipasi ini telah diundangkan dalam UU No. 10/2004. Hanya saja, dalam pelaksanaannya partisipasi ini masih jauh dari apa yang dibutuhkannya.

Terkait dengan indikator partisipasi, pertanyaan seputar rencana/ agenda partisipatif disiapkan dewan, kegiatan dialog sektoral melakukan dialog public loby dan negoisasi dengan kelompok masyarakat Indikator keterwakilan meliputi Kebijakan DPR yang menunjukan keberpihakan pada rakyat Pertemuan kelompok dengan masyrakat terkait pembahasan suatu maslah atau isu. Menindaklanjuti aspirasi rakyat


Penekanan pada pencapaian kinerja berdasarkan indikator yang disebutkan diatas, pada gilirannya adalah memikirkan upaya evaluasi setiap kali mengakhiri sebuah tahapan kerja. Dengan kata lain, pengalaman dan pencapaian yang diperoleh pada tahun sebelumnya harus tetap menjadi acuan untuk memperbaiki kinerja dimaksud.

Benjamin Tukan
Koordinator Program Penyusunan Instrumen Pemantauan DPR.
Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP)
(Artikel dibuat untuk kepentingan terbatas, Jakarta, 2009)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar