Menyiapkan DPR dari Pembahasan UU Susduk

Oleh : Benjamin Tukan


Ada harapan besar terhadap perbaikan kinerja DPR setelah berkahirnya Orde Baru dan pemilihan umum 1999. Akan tetapi kenyataan menunjukkan bahwa selama hampir empat tahun masa jabatan DPR 1999 –2004, berbagai persolan ditubuh DPR belum bisa diatasi termasuk hubungan kerja dengan eksekutif dalam merumuskan setiap undang-unadang.

Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 dalam Sidang Tahunan (ST) Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) 2002 yang diharapkan akan mereposisi peran DPR, ternyata masih juga menimbulkan polemik diseputar tugas dan wewenang DPR dalam formatnya yang baru berhubungan dengan DPD. Anggapan bahwa dengan melakukan reposisi peran MPR dari lembaga tertinggi negara (supreme body) menjadi sebatas sidang gabungan (joint session) antara DPR dan DPD, justru memunculkan peran yang semakin dominan dari DPR. Hal semacam ini diperparah lagi dengan keingininan partai-partai beasar dalam mempertahankan status guonya dalam kedua kedua UU Politik baik itu UU Parpol maupun UU Pemilu.

Walaupun banyak pihak melihat problem perbaikan kinerja DPR dan DPD nantinya dapat diatasi dengan pencalonan dan pemilihan secara langsung calon anggota legislatif pada pemilu 2004, tetapi pada tingkat yang paling nyata prilaku politik yang menentukan kinerja legislatif selalu mendasarkan diri pada atauran formal yang berlaku. UU Susunan dan Kedudukan MPR, DPR dan DPRD yang mengatur legislatif periode 1999-2004 pada kenyataan lebih dijadikan acuan kerja Dalam prateknya, UU Susduk ini selalu dijadikan semacam alasan pembenaran anggota dewan dalam menghadapi tuntutan reformasi dan demokratisasi. Betapa strategisnya Undang-undang ini, kenayatan lain menunjukkan bahwa sering pemantauan terhadap legislatif belum banyak didasari pada ketentuan formal sehingga kontrol lebih dinilai tidak punya dasar formal.

Pebruari 2003 DPR membentuk pansus untuk membahasa RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD. Hampir sama dengan persoalan di UU Susduk yang sebelumnya, kali ini RUU Susduk akan mengalami berbagai perubahan akibat dari amandemen keempat UUD 1945, UU Pemilu dan UU partai Politik. Ada semacam pemikiran yang berkembang dalam penyusunan UU tersebut saat ini adalah bahwa UU hanya sedikit menyinggung masalah proses , mekanisme dan hal –hal teknis lainnya untuk pelaksanaan hak , tugas dan wewenang lembaga dan secara umum diserahkan pengaturannya dalam masing-masing Peraturan Tata Tertib . demikianpun dengan pengaturan kode etik juga diserahkan ke masing-masing lembaga. Penyusunan UU Sususduk yang baru ini juga akan sangat dipengaruhi dengan UU Otonomi daerah.

Kiranya dapat disimpulkan bahwa RUU Susduk atau kemudian dijadikan UU Susduk memiliki arti penting dalam menentukan kinerja dari Legislatif. Betapa tidak. Kerja dan hubungan kerja anggota legislatif ke depannya akan sangat ditentukan oleh perumusan Undang-undang. Itulah sebanya, hal ini mendorong Lembagan Studi pers dan pembangunan (LSPP) melalui unit kerjanya Database Parlemen (www.awasiparlemen.org ) mengambil issu pembahasan UU Susduk ini sebagai tema penelitian. Ada dua alasan khusus mengapa LSPP memandang perlu untuk melakukan penelitian sekaligus pendokumentasian pembahasan RUU Sususduk.

Pertama, Masih minimnya literatur yang dapat dijadikan acuan untuk melihat kinerja DPR apalagi yang khusus membahas perdebatan tentang UU Susduk. Akibatnya, banyak perhatian pada kinerja DPR akan sangat sulit bila hanya mengacu pada ketentuan formal tanpa melihat konteks dan perdebatan yang melingkupinya. Pengalaman amanademen keempat UUD 1945 bisa dijadikan pengalaman dimana kepentingan-kepentingan yang bertarung dalam perumusan itu berimplikasi pada penentuan wewenang DPR. Sama halnya dengan yang terjadi pada RUU Pemilu dan RUU Partai politik yang nota bene sarat dengan kepentingan-kepentingan partai besar. Sayangnya perdebatan di seputar Amandemen , UU Pemilu dan Partai politik sampai kini belum ada yang tertarik untuk mempublikasikan atau memang pada waktu itu tidak ada perhatian.

Kedua, dalam rangka memperkuat kinerja dari legistaif periode 2004-2005 dirasakan perlu dibuat sebuah dokumentasi yang memadai tentang Undang ini. Dengan demikian anggota legislatif hasil pemilu 2004 akan dapat mengikuti proses perumusan UU ini tanpa begitu saja menerima dan menjalankannya. Hal yang sama juga dapat dijadikan acuan untuk untuk setiap orang dalam melakukan perbaikan kinerja legislatif 2004-2009

Jakarta, Juni 2004

Tidak ada komentar:

Posting Komentar