PENDIDIKAN POLITIK BERBASIS INFORMASI REKAM JEJAK (TRACK RECORD) KANDIDAT PILKADA


Oleh : Benjamin Tukan


Pemilihan Kepala Daerah secara langsung merupakan pengejawataan pasal 1 ayat 2 UUD 1945 yaitu kedaultan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut Undang-undang-undang . semangat pasal 1 ayat 2 tersebut diperjelas lagi pada Pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang mengharapkan agar Pilkada terlaksana secara demokratis, sehingga melahirkan Pemimpin kepala daerah yang kreibel, ekseptabel , kapabel dan legitimated.


Gambaran Umum Pelaksanaan Pilkada Juni – Agustus 2005

Secara operasional sebagai landasan pelaksanaan Pilkada telah dijabarkan lebih jauh dalam UU Nomor 32 Tahun 2004, dan PP No. 6 tahun 2005 tentang pemilihan, Pengesahan Pengkatan, dan pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah. Pada tingkat pelaksanaan, sejak Juni hingga Agustus 2005, terdapat 173 daerah telah melaksanakan pilkada. Beberapa daerah lain memang belum melaksanakan Pilkada karena masih menunggu ”tanggal jatuh tempo” berahirnya masa jabatan kepala daerah. Sekalipun dilaksanakan dalam landasan hukum yang sama yang bberpengaruh pada prosedure dan tata cara secara seragam, namun dalam pelaksanaannya di beberapa daerah kepada kita disodorkan berbagai kekhususan-nya sendiri-sendiri karena berbedanya dinamika politik, karakter pemilih dan cara-cara penyelesaian masalah.

Secara umum hasil-hasli pilkada menandakan antusiasime masyarakat dan para pemimpin di daerah. Tapi dari beberapa catatan diatas, pilkada masih harus membutuhkan beberapa penyempurnaan baik dari segi kualitas prosedure rekrutmen kandidat, pemilihan dan perbaikan institusi pendukung pilkada. Penyempurnaan undang-undang yang mengatur tentang pilkada adalah hal yang harus diagendakan. Perubahan undang-undang itu diataranya, menjadikan pilkada sebagai suatu pemilihan umum dibawa kewenangan KPU. Karena itu perlu dibuat UU tersendiri atau digabungkan saja dengan UU pemilu legislatif dan Presiden. Kemudian beberapa hal yang menyangkut calon independen, akses informasi, penghapusan masa kampanye dan pengaturan yang tegas tentang masa tenang adalah hal-hal lain yang perlu diakomodir lagi dalam UU tersebut.

Kendati demikian, jika kita masih berpatokan pada UU yang ada sekarang, maka beberapa hal penting harus menjadi perhatian. Pertama, lembaga penyelenggara harus memastikan adanya sosialisasi dan terbukanya akses informasi. Belajar dari pengalaman sebelumnya haruslah diakui tidak adanya aturan yang baku dan terperinci menyangkut kewajiban KPUD, pemerintah, partai politik dan tim sukses kandidat untuk memberikan informasi menyebabkan beragam pula penerapan di lapangan. Beberapa anggota KPUD sangat terbuka untuk memberikan informasi, tetapi tidak sedikit KPUD yang menutup-nutupi informasi dengan alasan rahasia negara, atau demi menjaga privasi kandidat. Padahal informasi mengenai kandidat misalnya, sangat penting untuk pemilih menentukan kandidat mana yang akan dipilih. Pemilih bisa saja salah memilih bila kepadanya diberikan informasi yang keliru atau informasi yang seadanya. Ketertupan informasi ternyata tidak hanya membawa kerugian pada calon yang gagal dalam seleksi tapi juga pada masyarakat secara keseluruhan.

Kedua, perlu memastikan bahwa pelaksanaan pilkada tidak membawa resiko yang besar dikemudian hari. Ini artinya bahwa pemerintah, DPRD , KPUD dan Panwasli setempat harus meyakinkan bahwa proses pilkada telah dilalui dengan benar dengan jaminan bahwa semua warga yang memenuhi persyaratan memiliki hak yang sama untuk dipilih dan memilih dalam pilkada.


Pendidikan Politik Berbasis Informasi Jejak Rekam


Mencermati semangat diadakan pilkada, nampak Pilkada langsung diyakini sebagai salah bentuk perwujudan kedaulatan rakyat. Ini tentu berbeda dengan pemilihan kepala daerah sebelumnya yang tidak dipilih langsung oleh rakyat tetapi melalui wakilnya di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Atas dasar itu, Pilkada secara langsung haruslah dikembalikan pada tujuan semula sebagai sarana demokrasi terpenting dalam proses perwujudan konsepsi kedaulatan rakyat dan instrumen perubahan politik yang akan berlangsung secara berkala.

Itulah sebabnya, pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung, pada gilirannya harus diupayakan dengan membangun kedaulatan dan partisipasi rakyat (kelompok marginal) melalui transformasi budaya politik yang memberdayakan rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi. Transformasi budaya politik dilakukan dengan membangun kesadaran politik rakyat yang kritis dalam melakukan pilihan-pilihan politiknya, terutama dalam memberikan suara (voting behavior). Karena itu, perubahan perilaku politik pemilih (voters’ behavior) menjadi sangat signifikan dalam upaya menciptakan kelompok pemilih kritis.

Ada beberapa faktor kunci yang menjadi landasan dasar dalam membangun kelompok pemilih yang kritis (critical voters). Pertama, membangun kesadaran rakyat tentang pentingnya membuat pilihan politik yang tepat. Kedua, menciptakan keterbukaan informasi yang memungkinkan rakyat mampu mengenal dan memahami siapa elit politik yang layak dipilih nantinya. Ketiga, perlu dibangun kerjasama antara rakyat, organisasi non pemerintah (ornop), organisasi rakyat dan organisasi pendidikan pemilih (voter education organization) dalam menyediakan informasi yang menyeluruh dan akurat tentang kandidat dan partai politik.

Mengingat pentingnya jejak rekam kandidat untuk menciptakan pemilih kritis, maka pada pelaksanaan Pilkada, hal yang perlu dipikirkan adalah pendidikan politik masyarakat berbasis informasi jejak rekam kandidat. Pendidikan Politik berbasis informasi Jejak Rekam Kandidat dimaksudkan antara lain, (1) bagaimana pelibatan masyarakat dalam menyusun dan mempromosikan kriteria dan metodologi, termasuk membangun system informasi mengenai jejak rekam kandidat. Kriteria yang disiapkan perlu juga mengedepankan agenda-agenda konkrit yang dihadapai kelompok marginal sekaligus mendorong elit yang terpilih untuk berpihak pada persoalan-persoalan masyarakat marginal. (2) bagaimana meningkatkan kemampuan teknis dari para pemanantau termasuk menilai kredibilitas LSM dan organisasi masyarakat yang akan melakukan pemantauan jejak rekam. Hal ini penting mengingat belum mentradisinya budaya investigasi dan dokumentasi dikalangan ornop pemantau jejak rekam. (3) bagaimana meningkatkan kemampuan kelompok marginal untuk membangun jaringan di tingkat lokal dalam upaya memperoleh dan menyebarkan informasi ke tengah masyarakat.

Jakarta, Pebruari 2005

Tidak ada komentar:

Posting Komentar