Ribut Soal Kenaikan Tunjangan DPR

Oleh : Benjamin Tukan

SATU pekan yang lalu, kembali publik direpotkan dengan issu rencana kenaikan tunjangan anggota DPR. Walau kemudian dibanta oleh beberapa anggota DPR termasuk Ketua DPR Agung Laksono, hal yang harus mendapat perhatian bahwa kenaikan tunjangan DPR tidak selalu menuai tanggapan yang positif. Hal ini dikarenakan bahwa kinerja DPR belum dan selalu jauh dari harapan publik.

Memang, bicara tentang tanggapan atas Kinerja DPR saat ini kerap mendapat sorotan tajam dari berbagai pihak. Berdasarkan jajak pendapat (polling), survey, dan penelitian, baik oleh lembaga penelitian, NGO, maupun media memperlihatkan adanya kecenderungan lemahnya kinerja DPR di mata publik. Beberapa penilaian tersebut adalah: 1) ketidakmampuan DPR menyalurkan aspirasi yang berkembang di masyarakat; 2) ketidakpekaan DPR terhadap efek dari keputusan yang diambilnya; 3) ketidakmampuan DPR untuk memahami konteks masalah yang berlangsung; 4) “ketidakberdayaan” anggota karena pengaruh Ketua Fraksi dan Ketua DPR yang memiliki kekuasaan politis cukup besar; 5) ketidakmampuan menjalin kerjasama secara harmonis dengan lembaga lain seperti DPD; dan 6) mengedepankan pertimbangan-pertimbangan politik dalam menjalankan fungsinya.

Data yang didapat dari pemantauan yang dilakukan oleh Lembaga Studi Pers dan Pembangunan (LSPP) juga menunjukkan masih kurang maksimalnya kinerja DPR. Hal itu dilihat dari tingkat aktivitas, partisipasi dan pengaruhnya terhadap kebijakan pemerintah. Kondisi kongkret yang nyata ditemuai oleh LSPP adalah tentang manajemen persidangan yang masih kacau sehingga rapat masih belum berjalan secara efektif. Rangkap merangkap keanggotaan pansus juga merupakan fenomena yang sering dijumpai di DPR yang menyebabkan beberapa anggota DPR tidak sepenuhnya konsentrasi dalam suatu rapat yang diikuti.

Di tengah perhatian masyarakat akan masih lemahnya kinerja DPR dan usaha DPR sendiri untuk terus menerus memperbaiki pola kerja, hal yang selalu muncul adalah persoalan minimnya anggaran untuk menunjang kinerja DPR. Kadang sering dijumpai bahwa harapan masyarakat terhadap perbaikan kinerja DPR selalu mengabaikan berbagai faktor termasuk minimnya anggaran DPR. Kenaikan tunjangan DPR sebenarnya selalu diberi alasan untuk peningkatan kinerja DPR sendiri. Namun demikian, yang selalu terjadi adalah setiap ada keputusan untuk menaikan tunjangan selalu mengagetkan banyak kalangan dan belakangan mulai ramai dipersoalkan. Disamping peningkatan anggaran belum menjawab peningkatan kinerja, lebih banyak dikaitkan dengan lemahnya kepekaan DPR dengan situasi yang dihadapi masyarakat yang tengah terhimpit berbagai persoalan. Parahnya, jika kenaikan tunjangan operasional DPR ini kemudian dilihat sebagai beban yang harus juga dititipkan ke masyarakat untuk menanggungnya.

Ada dua soal yang kiranya harus mendapatkan perhatian dari wacana yang berkembang menyangkut kenaikan tunjangan operasional DPR. Pertama, soal waktu yang tidak tepat dalam melansir keputusan tersebut. Sekalipun kenaikan tunjangan operasional dapat diterima sebagai upaya peningkatan kinerja DPR, tetap saja keputusan ini dianggap tidak merepresentasikan keadaan yang berkembang di masyarakat saat ini. Suatu tindakan konkrit untuk merespon kekecewaan publik dengan kenaikan tunjangan tersebut tentu tetaplah ditunggu. Pendapat yang mengatakan bahwa dengan tunjangan yang diperoleh dari kenaikan itu, akan membuat anggota DPR bisa berbuat sesuatu untuk konstituennya tentu tidak bisa diterima begitu saja. Sebab, DPR bukanlah lembaga yang bertugas menyalurkan bantuan kepada masyarakat. Demikianpun alasan lain yang mengatakan bahwa kenaikan tunjangan ini akan meningkatkan kinerja DPR karena memiliki tambahan fasilitas dalam penjaringan aspirasi (sesuatu yang dirasakan masih kurang selama ini), tetap saja tidak memberikan sinyal positif dan meyakinkan. Kekurangan fasilitas dalam penjaringan aspirasi bukanlah variabel tunggal yang menentukan kinerja DPR, karena persoalan kinerja DPR tetap saja merupakan persoalan yang kompleks yang butuh penanganan secara menyeluruh.

Kedua, menyangkut proses penganggaran keuangan DPR sendiri. Sungguh membingungkan tentu saja, bila mekanisme pengambilan keputusan yang melibatkan fraksi di BURT misalnya, selalu saja menuai pendapat yang berbeda di sebagian anggota perihal keputusan tersebut. Ada apa dengan mekanisme penganggaran di DPR? Publik pun perlu mengetahuinya. Beberapa penelitian menyangkut mekanisme anggaran di DPR ini selalu menemukan suatu persoalan tentang sulitnya publik –bahkan anggota DPR sendiri-- mengakses rincian anggaran operasional secara utuh. Hal ini tentu harus disadari bersama, ketika kita memaklumi minimnya anggaran dalam mendukung fungsi dan tugas kedewanan. Padahal, keterbukaan pada pengaggaran penting artinya untuk menentukan pada tingkat mana kebutuhan DPR secara keseluruhan dapat terpenuhi. Kalau tidak, setiap kali DPR mengusulkan kenaikan tunjangan untuk memacu kinerja dari tuntutan yang berkembang, selalu saja dihadapkan dengan pertanyaan yang cenderung mencurigakan, bahkan kontra produktif.

Dari persoalan yang dikemukakan di atas, beberapa hal kiranya perlu mendapat perhatian. Pertama, sebaiknya setiap keputusan untuk menaikan tunjangan operasional ditinjau kembali. Alasannya bukan hanya krisis yang tengah kita hadapi bersama tapi perlu disertai dengan penjelasan yang memadai mengapa DPR perlu menaikan tunjangan dan apakah penambahan tunjangan tersebut disertai juga dengan sinyal positif yang akan terjadi menyangkut perbaikan kinerja.

Kedua, kenaikan tunjangan dengan alasan peningkatan kinerja DPR hanya mungkin bila adanya transparansi anggaran yang memungkinkan adanya kepercayaan publik terhadap lembaga tersebut. Transparansi yang dimaksud tentu berhubungan dengan rencana anggaran operasional, laporan tahunan dan kemungkinan adanya sistem audit terhadap pengelolahan keuangan di DPR. Pada konteks lain, DPR perlu memikirkan adanya otonomi keuangan DPR yang memungkinkan DPR mempunyai kewenangan untuk menentukan anggarannya sendiri.

(Artikel ini dibuat pada Maret 2007 untuk kepentingan diskusi).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar